Lagi-lagi ke kelas itu, trauma
kesan pertama masih tersimpan di kepalaku. Belum siap dan tak akan pernah siap
kalau aku begini terus, grogi. Tak masalah untuk kelas-kelas lain, so far so
good. Tapi kenapa dengan kelas yang ini? Besok akan jadi seperti apa?
Pertanyaan mereka membuat jantungku berdegup kencang. Bagaimana kalau ijin ke
kepala akademik, untuk selanjutnya jangan pernah diberi kelas itu? Hal yang
mustahil. Menyerah sebelum berperang.
Mencoba
menyemangati diri sendiri, “Pasti bisa,jangan jadi pengecut”. Bukan, aku bukan
pengecut, karena pengecut akan mundur dan tidak akan melakukannya. Sedangkan
aku tidak mundur dan pasti melakukannya, tapi hati ini belum siap. Dan akan
menjadi tontonan menyenangkan bagi mereka jika aku terlihat gugup ketika menjawab
pertanyaan di depan kelas. Durasi 90 menit terasa berjam-jam bagiku. Berdo’a,
menenangkan diri, dan santai, itu yang harus aku lakukan di depan kelas.